Kisah Si Bontar Mudar Boru Simamora: Makna dan Pesan Moral

Si Bontar Mudar boru Simamora

Kisah dari Batak Toba ini, tentang Si Bontar Mudar boru Simamora, atau yang dikenal dengan Putri Berdarah Putih, merupakan salah satu cerita rakyat yang sarat akan nilai-nilai budaya dan moral.

Cerita ini berasal dari daerah Bakkara, Sumatera Utara, dan telah menjadi legenda yang diwariskan turun-temurun. Di balik keindahan cerita, terdapat pelajaran berharga mengenai kehidupan, kehormatan, takdir, serta bagaimana bantuan tak terduga bisa mengubah hidup seseorang.

Latar Belakang Cerita Si Bontar Mudar Boru Simamora

Bakkara adalah sebuah daerah yang dihuni oleh enam kelompok marga, yaitu: Sihite, Manullang, Sinambela, Bakkara, Marbun, dan Simamora. Setiap tahun, seluruh marga ini melaksanakan sebuah pesta besar yang disebut Pesta Gendang Mula Tahun.

Tujuan utama dari pesta ini adalah untuk memohon kepada Dewa agar mereka diberi kesuburan dan kemakmuran. Setiap marga bergantian menjadi penanggung jawab pesta, dengan marga yang ditunjuk bertanggung jawab terhadap penyediaan segala kebutuhan, seperti kerbau, beras, dan peralatan lainnya.

Namun, masalah muncul ketika giliran marga Simamora, yang berada di bawah pimpinan Sunggu Marpasang, datang. Marga ini jumlahnya sedikit dan dalam keadaan miskin, sehingga mereka kesulitan untuk memenuhi kewajiban mereka dalam pesta besar ini.

Sunggu Marpasang, yang merupakan kepala keluarga, merasa cemas karena jika marga Simamora tidak dapat melaksanakan pesta, mereka akan menghadapi amarah dari lima marga lainnya yang mungkin menganggap mereka telah melanggar kesepakatan.

Keputusan Sunggu Marpasang dan Pertemuan dengan Guru Sodungdangon

Untuk menghindari amarah dari marga-marga lain, Sunggu Marpasang akhirnya memutuskan untuk melarikan diri bersama keluarga dan anggota marga lainnya pada malam hari, dengan tujuan mencari tempat yang lebih aman. Mereka berencana untuk meninggalkan Bakkara dan menghindari pesta yang harus mereka tanggung.

Namun, dalam perjalanan mereka, tepatnya di kawasan Gorat Sitonggi, mereka bertemu dengan Guru Sodungdangon, seorang manusia setengah setan yang memiliki kekuatan luar biasa dan kebal terhadap siksaan apapun.

Sungguh Marpasang, dengan penuh rasa takut, menjelaskan situasinya kepada Guru Sodungdangon. Ia mengungkapkan bahwa marga Simamora tidak mampu melaksanakan pesta gendang karena kekurangan dana. Mendengar hal tersebut,

Guru Sodungdangon, yang merasa kasihan, kemudian memberikan bantuan yang luar biasa kepada mereka. Ia menjanjikan bahwa segala keperluan pesta gendang akan tersedia, tanpa perlu mereka melarikan diri atau merasa khawatir.

Keesokan harinya, Sunggu Marpasang dan rombongan kembali ke kampung mereka, dan mereka sangat terkejut ketika mendapati bahwa semua persediaan untuk pesta gendang telah tersedia, seperti kerbau, gong, padi, kain destar, dan berbagai peralatan lainnya.

Hal ini membuat marga Simamora bisa melaksanakan pesta gendang mula tahun dengan sukses. Keberhasilan pesta gendang mula tahun ini memberikan kemakmuran yang besar bagi marga Simamora, namun kisah mereka ternyata belum berakhir di sini.

Lamaran Guru Sodungdangon dan Tanggapan Keluarga

Setelah membantu keluarga Sunggu Marpasang, Guru Sodungdangon kembali mengunjungi mereka. Kali ini, ia membawa permintaan besar, yaitu untuk menikahi Si Bontar Mudar boru Simamora, putri cantik dari keluarga Simamora. Guru Sodungdangon mengungkapkan bahwa ia sudah tua dan belum menikah.

Ia meminta dengan rendah hati agar diberikan kesempatan untuk menjadi menantu keluarga Sunggu Marpasang.

Sungguh Marpasang dan keluarganya merasa terkejut dan bimbang. Meskipun Guru Sodungdangon telah banyak membantu mereka, anak ketiga Sunggu Marpasang, Gaja Marbulang, menolak dengan keras untuk memberikan Si Bontar Mudar, atau Putri Berdarah Putih, kepada seorang manusia setengah setan.

Menurutnya, meskipun mereka telah diberi banyak bantuan, pernikahan dengan seseorang yang memiliki kaki yang tidak pernah menginjak tanah dan merupakan manusia setengah setan sangatlah berbahaya.

Namun, keputusan akhirnya tetap berada di tangan Sunggu Marpasang, yang merasa bahwa pernikahan ini adalah cara untuk membayar budi baik Guru Sodungdangon.

Acara Pesta Gendang dan Seleksi Istri Tuanku Barus III

Setelah beberapa waktu berlalu, Tuanku Barus III, putra raja dari kerajaan yang terletak di daerah tersebut, mengadakan pesta gendang selama tujuh hari tujuh malam untuk memilih istri dari kalangan gadis-gadis yang hadir.

Dalam acara ini, siapa pun yang berhasil menarik perhatian Tuanku Barus III akan dipilih menjadi istrinya. Semua gadis diundang untuk menari, namun hingga hari ketujuh, tidak ada seorang pun yang dipilih.

Dalam keputusasaannya, Tuanku Barus III membuat keputusan untuk menggunakan cara lain: ia melepaskan layang-layang sutera dan berdoa agar layang-layang itu menemukan calon istrinya.

Ternyata, layang-layang itu terbang tinggi dan akhirnya hinggap di atas Bakkara, tempat asal Si Bontar Mudar boru Simamora. Tanpa disadari, hal ini menjadi titik balik dari kisah Putri Berdarah Putih.

Tuanku Barus III, yang mengikuti layang-layang itu, akhirnya bertemu dengan Si Bontar Mudar, yang sedang mengambil air dari pancuran. Tuanku Barus III merasa terpesona dengan kecantikan dan kesederhanaan Si Bontar Mudar, yang akhirnya dipilih untuk menjadi permaisuri.

Makna dan Pesan Moral dari Kisah Si Bontar Mudar Boru Simamora

Kisah Si Bontar Mudar boru Simamora mengandung banyak pesan moral yang relevan dengan kehidupan kita. Beberapa pesan yang dapat diambil dari cerita ini antara lain:

  1. Kekuatan Kerja Sama – Meskipun marga Simamora kecil dan miskin, mereka tetap bergotong royong untuk melaksanakan tugas mereka. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kerjasama dan saling mendukung dalam masyarakat.
  2. Bantuan Tak Terduga – Seperti halnya Guru Sodungdangon yang memberikan bantuan di saat yang paling dibutuhkan, cerita ini mengajarkan kita bahwa bantuan bisa datang dari sumber yang tak terduga.
  3. Keberanian Menghadapi Takdir – Si Bontar Mudar, meskipun awalnya tidak setuju dengan pernikahan yang diajukan, akhirnya menerima keputusan tersebut demi kebaikan bersama dan untuk menghargai budi baik Guru Sodungdangon.
  4. Kebaikan yang Membawa Keberuntungan – Kisah ini juga mengingatkan kita bahwa kebaikan dan pertolongan yang kita terima dari orang lain, walaupun dalam bentuk yang tidak terduga, bisa membawa perubahan besar dalam hidup kita.

Kesimpulan

Kisah dari Batak Toba tentang Si Bontar Mudar boru Simamora, atau yang lebih dikenal dengan Putri Berdarah Putih, adalah salah satu cerita rakyat yang kaya akan nilai moral dan kultural.

Cerita ini mengajarkan kita tentang pentingnya kerjasama, keberanian dalam menghadapi tantangan, serta bagaimana kebaikan bisa datang dalam bentuk yang tak terduga.

Meskipun awalnya hidup penuh dengan kesulitan, akhirnya Si Bontar Mudar boru Simamora berhasil mencapai kebahagiaan dan kehormatan yang luar biasa. Kisah ini tetap relevan hingga kini sebagai teladan kehidupan yang penuh makna.

Anda mungin menyukai ini: Cerita Tentang Danau Kembar
Penting untuk diketahui: Ikuti Program Pelatihan Meditasi Online!

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top