Siapa Siddharta Gautama? Pertanyaan ini sering muncul ketika membahas awal mula ajaran Buddhisme. Siddharta Gautama adalah tokoh utama dalam sejarah agama Buddha yang mencapai pencerahan dan menjadi Buddha. Perjalanan hidupnya mencerminkan pencarian makna kehidupan dan jalan menuju kebebasan dari penderitaan.
Artikel ini akan membahas kehidupan Siddharta Gautama sebelum dan setelah menjadi Buddha, serta ajaran yang ia tinggalkan, secara lebih mendalam dan terperinci.
Siapa Siddharta Gautama
Definisi dan Sejarah Singkat Siddharta Gautama
Siapa Siddharta Gautama? Siddharta Gautama adalah nama asli dari sosok yang kemudian dikenal sebagai Buddha. Ia lahir sekitar abad ke-6 atau ke-5 SM di Kapilavastu, sebuah wilayah yang kini berada di perbatasan Nepal-India.
Siapa Siddharta Gautama? Siddharta merupakan putra Raja Suddhodana dan Ratu Maya dari suku Sakya. Ia dilahirkan dalam keluarga kerajaan yang kaya dan memiliki kekuasaan besar, namun kehidupannya terbagi menjadi dua fase utama, yaitu sebelum dan setelah mencapai pencerahan.
Kehidupan Siddharta Gautama Sebelum Menjadi Buddha
1. Kelahiran dan Ramalan Masa Depan
- Siddharta lahir sebagai seorang pangeran dan dibesarkan dalam kemewahan istana Kapilavastu.
- Seorang pertapa bernama Asita meramalkan bahwa ia akan menjadi raja besar yang menaklukkan dunia atau menjadi seorang Buddha yang tercerahkan.
- Karena ingin anaknya menjadi raja dan bukan pertapa, Raja Suddhodana berusaha melindungi Siddharta dari segala bentuk penderitaan dunia.
- Siddharta dibesarkan di dalam istana dengan segala fasilitas terbaik, diajarkan berbagai ilmu pengetahuan, seni bela diri, dan filosofi kerajaan.
- Ia menikah dengan Putri Yasodhara dan memiliki seorang putra bernama Rahula.
2. Empat Pertanda yang Mengubah Hidupnya
Siapa Siddharta Gautama? Saat berusia 29 tahun, Siddharta pertama kali meninggalkan istana dan melihat Empat Pertanda yang mengubah perspektifnya tentang kehidupan:
- Orang tua – Menyadarkan bahwa setiap orang akan mengalami penuaan dan kehilangan kekuatan fisiknya.
- Orang sakit – Memahami bahwa penyakit adalah bagian dari kehidupan yang tidak dapat dihindari.
- Mayat – Menghadapi kenyataan bahwa kematian tidak dapat dielakkan oleh siapapun, baik kaya maupun miskin.
- Seorang pertapa – Melihat seseorang yang hidup dalam kesederhanaan dan ketenangan batin, yang membuatnya bertanya apakah ada jalan untuk terbebas dari penderitaan.
Keempat pengalaman ini membuatnya berpikir bahwa kehidupan mewah tidak bisa menghindarkannya dari penderitaan. Ia pun memutuskan meninggalkan istri, anak, serta kehidupannya di istana untuk mencari kebenaran dan pencerahan spiritual. Peristiwa ini dikenal sebagai Pelepasan Agung.
Perjalanan Siddharta Mencari Pencerahan
1. Berguru kepada Para Pertapa
- Setelah meninggalkan istana, Siddharta mencari petunjuk dari guru spiritual terkenal pada masanya.
- Ia pertama kali berguru kepada Alara Kalama, yang mengajarkannya teknik meditasi untuk mencapai keadaan kesadaran tanpa batas. Namun, Siddharta merasa ajaran ini belum memberikan jawaban sejati tentang penderitaan.
- Ia kemudian belajar dari Uddaka Ramaputta, yang mengajarkan meditasi tingkat lanjut hingga mencapai keadaan “bukan persepsi, bukan non-persepsi.” Meski menguasai ajaran ini, Siddharta masih merasa belum mencapai pencerahan sejati.
2. Pertapaan Ekstrem dan Jalan Tengah
- Setelah meninggalkan kedua gurunya, Siddharta melakukan pertapaan ekstrem dengan menahan diri dari makanan dan minuman dalam jangka waktu lama.
- Ia hanya makan beberapa butir biji per hari hingga tubuhnya menjadi sangat kurus dan hampir mati.
- Menyadari bahwa penyiksaan diri tidak membawa pencerahan, ia memutuskan untuk berhenti dari pertapaan ekstrem.
- Ia kemudian memilih Jalan Tengah, yaitu keseimbangan antara kenikmatan duniawi dan penyiksaan diri.
Siddharta Gautama Setelah Menjadi Buddha

1. Pencerahan di Bawah Pohon Bodhi
Siapa Siddharta Gautama? Pada usia 35 tahun, setelah bermeditasi selama 49 hari di bawah Pohon Bodhi di Bodh Gaya, Siddharta mencapai pencerahan sempurna. Ia memahami akar penderitaan dan cara mengatasinya. Setelah itu, ia dikenal sebagai Buddha, yang berarti “Yang Tercerahkan”.
2. Ajaran Utama Buddha
Siapa Siddharta Gautama? Setelah mencapai pencerahan, Buddha menyampaikan ajarannya yang dikenal sebagai Dharma, yang berfokus pada:
- Empat Kebenaran Mulia
- Dukkha – Hidup adalah penderitaan.
- Samudaya – Penderitaan berasal dari keinginan dan nafsu.
- Nirodha – Penderitaan dapat diakhiri dengan menghentikan keinginan.
- Magga – Cara mengakhiri penderitaan adalah dengan mengikuti Jalan Mulia Berunsur Delapan.
- Jalan Mulia Berunsur Delapan
- Pandangan benar
- Pikiran benar
- Ucapan benar
- Perbuatan benar
- Penghidupan benar
- Usaha benar
- Perhatian benar
- Konsentrasi benar
3. Penyebaran Ajaran Buddha
- Kotbah pertama disampaikan di Taman Rusa, Sarnath, kepada lima murid pertamanya.
- Selama 45 tahun, Buddha mengajarkan Dharma ke berbagai wilayah di India, tanpa memandang kasta atau status sosial.
- Ajarannya disebarkan oleh para muridnya dan berkembang menjadi berbagai aliran Buddhisme di dunia.
4. Parinirvana: Wafatnya Buddha
Pada usia 80 tahun, Buddha wafat di Kusinara. Peristiwa ini disebut Parinirvana, yaitu kebebasan total dari siklus kelahiran dan kematian (samsara).
Prinsip dan Karakteristik Ajaran Buddha
- Tanpa Pemujaan Dewa – Buddhisme menekankan pemahaman dan praktik, bukan penyembahan kepada dewa.
- Karma dan Reinkarnasi – Setiap tindakan memiliki konsekuensi, kehidupan saat ini dipengaruhi oleh karma sebelumnya.
- Meditasi dan Kesadaran – Praktik utama dalam Buddhisme untuk mencapai ketenangan dan kebijaksanaan.
- Etika dan Moralitas – Mengajarkan Lima Sila, yaitu tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berbohong, tidak berzina, dan tidak menggunakan zat yang dapat merusak kesadaran.
Kesimpulan
Siapa Siddharta Gautama? Ia adalah seorang pangeran yang meninggalkan kehidupan mewah untuk mencari kebenaran. Melalui pengalaman dan pencarian panjang, ia menemukan jalan menuju pencerahan dan mengajarkannya kepada dunia.
Siapa Siddharta Gautama? Dari seorang pangeran yang hidup dalam kemewahan, ia menjadi Buddha, sang Guru Agung, yang ajarannya terus dipelajari dan diikuti hingga saat ini. Ajarannya tetap relevan dalam kehidupan modern, menjadi dasar bagi praktik spiritual dan etika dalam berbagai tradisi Buddhisme di seluruh dunia.